
(Foto: indonesiadesign.com)
Kunjungan saya ke kantor pusat Harian Kompas bukan sekadar perjalanan biasa, melainkan sebuah pengalaman mendalam yang mengajak saya menelusuri sejarah panjang dan kecanggihan teknologi di balik salah satu media cetak paling berpengaruh di Indonesia. Sejak terbit pertama kali pada 28 Juni 1965, Kompas telah memainkan peran penting dalam dunia jurnalistik nasional selama lebih dari lima dekade.

(Foto: dokumentasi pribadi)
Latar Sejarah Berdirinya Kompas
Perjalanan ini dimulai dengan mengenal kisah awal kelahiran Kompas, yang erat kaitannya dengan dinamika politik Indonesia pada 1960. Saat itu, Indonesia menghadapi ketegangan antar kekuatan politik, salah satunya pengaruh besar Partai Komunis Indonesia (PKI) dalam dunia pers. Panglima Angkatan Darat Jenderal Ahmad Yani mendorong kalangan Katolik untuk membentuk surat kabar yang independen dan netral, sebagai penyeimbang informasi publik. Gagasan tersebut disampaikan kepada Menteri Perkebunan saat itu, Drs. Frans Seda, dan kemudian diwujudkan bersama dua tokoh pers, Jakob Oetama dan Auwjong Peng Koen (Kanisius Ojong).
Perjalanan Kompas tidak selalu mulus. Surat kabar ini sempat dua kali dilarang terbit pertama setelah peristiwa Gerakan 30 September 1965 dan kedua pada 1978 karena pemberitaan tentang aksi mahasiswa yang mengkritik pemerintahan Orde Baru. Meski begitu, Kompas tetap konsisten menjaga prinsip independensi dan profesionalisme. Nama “Kompas” sendiri diberikan oleh Presiden Sukarno, yang menggambarkan peran media ini sebagai penunjuk arah bagi masyarakat dalam menghadapi derasnya arus informasi dan gejolak sosial.

(Foto: dokumentasi pribadi)
Di Balik Layar Produksi Kompas
Saat memasuki gedung Kompas, suasana kerja yang dinamis dan tertata langsung terasa. Seluruh tim bekerja dengan efisien dan terstruktur, mulai dari pengumpulan data, proses penulisan, hingga penyuntingan berita. Redaksi Kompas harus bekerja dalam tempo cepat dan presisi tinggi untuk memenuhi tenggat waktu setiap harinya.
Salah satu momen paling mengesankan adalah melihat langsung proses pencetakan koran. Dengan dukungan mesin cetak berteknologi tinggi, ribuan eksemplar koran diproduksi dalam waktu singkat dengan kualitas cetak yang tetap tajam dan konsisten. Kompas memiliki sejumlah titik percetakan strategis di berbagai wilayah, seperti Jabodetabek, Jawa Tengah, Jawa Timur, Palembang, dan Sumatra Barat, yang memungkinkan distribusi koran berjalan cepat dan efisien setiap pagi.
Proses cetak diawali dari file digital final yang sudah melewati tahap penyuntingan terakhir. Mesin cetak otomatis kemudian menggulirkan kertas lebar dengan akurasi tinggi untuk mencetak teks, gambar, dan iklan. Meski bersifat otomatis, pengawasan kualitas tetap dilakukan secara ketat agar hasil cetak memenuhi standar yang telah ditetapkan.
Selain mengandalkan edisi cetak, Kompas juga merespons perubahan zaman dengan menghadirkan versi digital seperti e-paper, menunjukkan adaptasi media ini terhadap perkembangan teknologi tanpa meninggalkan prinsip jurnalistik yang telah lama dipegang.
Kunjungan ini memberikan pemahaman bahwa reputasi besar Kompas dibangun dari komitmen yang kuat terhadap etika jurnalistik, sejarah perjuangan menjaga independensi media, serta inovasi dalam proses produksi dan distribusi. Perjalanan panjang Kompas mencerminkan sinergi antara idealisme dan teknologi. Lebih dari sekadar penyampai berita, Kompas adalah simbol integritas dan ketekunan dalam menyampaikan informasi yang berimbang dan bernilai.